Dalam pembinaan agama pada diri pribadi anak sangat
diperlukan pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan yang sesuai dengan
perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan-latihan tersebut akan
membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah
jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi
bagian dari pribadinya.
Untuk membina agar anak-anak mempunyai sifat terpuji
tidaklah mungkin dengan penjelasan saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk
melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu,
dan menjauhi sifat-sifat tercela. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat
anak cenderung melakukan perbuatan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik.
Demikian pula dengan pendidikan agama, semakin kecil umur anak, hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama yang dilakukan pada anak, dan semakin bertambah umur anak, hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu sesuai dengan perkembangan yang dijelaskannya.
Demikian pula dengan pendidikan agama, semakin kecil umur anak, hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama yang dilakukan pada anak, dan semakin bertambah umur anak, hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu sesuai dengan perkembangan yang dijelaskannya.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada
umumnya, terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Pendidik atau pembina yang
pertama adalah orang tua, kemudian guru. Sikap anak terhadap agama dibentuk
pertama kali di rumah melalui pengalaman yang didapat dari orang tuanya,
kemudian dissempurnakan dan diperbaiki oleh guru disekolah maupun ditempat
pengajian seperti masjid, mushola, TPQ dan madrasah diniyyah.
Latihan- latihan yang menyangkut ibadah seperti
sembahyang, do’a, membaca al-Qur’an, sopan santun, dan lain sebagainya, semua
itu harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama-kelamaan akan tumbuh rasa
senang dan terbiasa dengan aktifitas tersebut tanpa ada rasa terbebani
sedikitpun. Latihan keagamaan yang menyangkut akhlak dan sosial atau hubungan
manusia dengan manusia yang sesuai dengan ajaran agama juga tidak hanya
dijelaskan dengan kata-kata, latihan disini diberikan melalui perilaku yang
terpuji, baik itu dari orang tua maupun guru, seperti pemberian sedekah kepada
fakir miskin, berkurban, menolong terhadap sesama, dan sebagainya. Oleh karena
itu guru agama mempunyai kepribadian yang dapat mencerminkan ajaran agama
seperti apa yang diajarkan kepada anak didiknya.
Kepercayaan kepada Tuhan dan agama pada umumnya
tumbuh melalui latihan dan pembiasaan sejak kecil, dengan kata lain pembiasaan
dalam pendidikan pada anak sangat penting, terutama pembentukan pribadi akhlak
dan agama pada umumnya. Hal itu dikarenakan pembiasaan-pembiasaan tersebut akan
memasukkan unsur-unsur positif pada pribadi anak yang sedang tumbuh. Semakin
banyak pengalaman agama yang didapatkanya melalui pembiasaan itu, maka akan
banyak pula unsur-unsur agama dalam pribadinya, dan semakin mudah dia memahami
sebuah ajaran agama yang akan dijelaskan oleh guru agamanya di kemudian hari.
Secara rinci, pembinaan agama kepada anak yang
sesuai dengan sifat keberagamaan anak maka dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan, antara lain:
1. Pembinaan agama lebih banyak bersifat pengalaman
langsung seperti shalat berjamaah, bersedekah, zakat, berkurban, meramaikan
hari raya dengan menggemakan takbir, dan lain sebagainya. Pengalaman agama
secara langsung tersebut dapat ditambah dengan penjelasan sekedarnya saja atau
pesan-pesan yang disampaikan melalui dongeng, cerita, main drama, nyanyian,
permainan sehingga tidak membabani mental maupun pikiran mereka.
2. Kegiatan agama disesuaikan dengan kesenangan
anak-anak, mengingat sifat agama masih bersifat egosentris. Sehingga model
pembinaan agama bukan mengikuti kemauan orang tua maupun guru saja, melainkan
harus dengan banyak variasi agar anak tidak bosan. Untuk itu, orang tua dan
guru harus memiliki banyak ide dan kreativitas tentang strategi dan teknik
pembinaan agama, sehingga setiap saat bisa berganti-ganti pendekatan dan metode
walaupun materi yang disampaikan boleh jadi sama.
3. Pengalaman agama anak, selain didapat dari orang
tua, guru dan teman-temannya, mereka juga belajar dari orang yang disekitarnya
yang tidak mengajarinya secara langsung. Untuk itu pembinaan agama anak juga
penting dilakukan melalui pembauran secara langsung dengan masyarakat luas yang
terkait dengan kegiatan agama seperti waktu mengikuti sholat jum’at, tarawih,
hari raya, maupun kegiatan lainnya. Dengan mengajak anak sekali waktu berbaur
secara langsung dengan masyarakat yang melakukan peribadatan maka anak akan
semakin termotivasi untuk menirukan perilaku-perilaku agama yang dilakukan oleh
masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan mengingat agama anak masih bersifat anthromorphis.
4. Pembinaan agama kepada anak juga perlu dilakukan
secara berulang-ulang melalui ucapan yang jelas serta tindakan secara langsung.
Seperti mengajak anak shalat, maka terlebih dahulu diajarkan mengenai hafalan
bacaan-bacaan shalat secara berulang-ulang hingga anak tersebut hafal diluar
kepala. Hal tersebut diiringi dengan tindakan atau praktik sholat secara
langsung dan akan lebih menarik jika dilakukan bersama teman-temannya. Setelah
anak hafal tentang bacaan-bacaan sholat, maka seiring dengan bertambah usia,
pengalaman, dan pengetahuannya barulah dijelaskan tentang syarat, rukun, serta
hikmah shalat. Demikian pula pada pembinaan-pembinaan agama lainnya.
5. Mengingat sifat agama masih imitatif, maka
pemberian contoh nyata dari orang tua guru dan masyarakat lingkungannya
sangatlah penting. Untuk itu dalam proses pembinaan tersebut, perilaku orang
tua maupun guru harus benar-benar dapat dicontoh anak baik secara ucapan maupun
tindakan.
6. Perlunya melakukan kunjungan ke tempat-tempat atau
pusat-pusat agama yang lebih besar kapasitasnya. Misalnya anak-anak yang
tinggal di desa sesekali perlu diajak berkunjung ke masjid jami’ yang ada di
kota yang bangunan-bangunan dan jumlah jama’ahnya lebih besar. Atau bisa juga
anak diajak berkunjung ke pondok pesantren, kampus-kampus islam, dan lain
sebagainya. Selain dengan kunjungan, anak dapat diajari tentang agama melalui
layar kaca televisi ataupun VCD. Pembinaan dengan cara ini sangatlah penting
mengingat rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak.
Sumber: http://hikmahuda.blogspot.co.id/2014/05/perkembangan-jiwa-agama-pada-masa-anak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar